Minggu, 08 Juli 2012

KONSEP BELAJAR KOGNITISME ( TEORI GESTALT )



Salah satu aliran yang mempunyai pengaruh terhadap praktik belajar yang dilaksanakan di sekolah adalah aliran psikologi kognitif. Aliran ini telah memberikan kontribusi terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam proses belajar. Berbeda dengan pandangan aliran behavioristik yang memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respons, aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus dan respons yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar. Karena itu, menurut aliran kognitif, belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Sehingga perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamti tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan lain lain.
            Kendati pendekatan kognitif sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik, namun ia tidak selalu menafikan pandangan-pandangan kaum behavioristik. Reinforcement misalnya, yang menjadi prinsip belajar behavioristik, juga terdapat dalam pandangan kognitif tentang belajar. Namun bedanya, behavioristik memandang reinforcement sebagai elaemen yang penting untuk menjaga atau menguatkan perilaku, sedangkan menurut pandangan kognitif reinforcement sebagai sebuah sumber umpan balik apakah kemungkinan yang terjadi jika sebuah perilaku di ulang lagi.
A.     Teori Gestalt.
Psikologi kognitif muncul dipengaruhi oleh psikologi gestalt, dengan tokoh-tokohnya seperti max Wertheimer, Wolfagang Kohler, dan Kurf Koffka. Para tokoh gestalt tersebut sebelum merasa puas dengan penemuan-penemuan Para ahli sebelumnya yang menyatakan belajar sebagai proses stimulus dan respon serta manusia bersifat mekanistik. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh oara tokoh gestalt lebih menekankan pada persepsi. Menurut mereka, manusia bukanlah sekedar mahluk yang hanya bias bereaksi jika ada stimulus yang memengaruhinya. Tetapi lebih dari itu, manusia adalah mahluk individu yang utuh antara rohani dan jasmaninya. Dengan demikian, pada saat manusia bereaksi dengan lingkunganya, manusia tidak sekedar merespons, tetapi juga melibatkan unsur subjektivitas nya antara masing-masing individu bias berlainan.

Berbeda dengan teori-teori yang dikemukan oleh Para tokoh behaviorisme, terutama Thorndike, yang menganggap bahwa belajar sebagai proses trial and error, teori gestalt ini memandang belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman (insight). Karena pada dasarnya setiap tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku tersebut terjadi. Pada situasi belajar, keterlibatan seseorang secara langsung dalam situasi belajar tersebut akan menghasilkan pemahaman yang dapat membantu individu tersebut memecahkan masalah. Dengan kata lain, teori gestalt ini menyatakan bahwa yang paling penting dalam proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh individu tersebut. Oleh karena itu, teori belajar gestalt ini disebut teori insight.

Wolfgang Kohler menjelaskan teori gestalt ini melalui percobaan dengan seekor simpanse yang diberi nama sultan. Dalam eksperimennya, Kohler ingin mengetahui bagaimana fungsi insight dapat membantu memecahkan masalah, dan membuktikan bahwa perilaku simpanse dalam memecahkan masalah yang dihadapinya tidak hanya didasarkan stimulus dalam memecahkan masalah yang dihadapinya tidak hanya didasarkan stimulus dan respons atau trial and error saja, tapi juga karena ada pemahaman terhadap masalah dan bagaimana memecahkan masalah tersebut. Berikut eksperimen yang dilakukan oleh Kohler terhadap simpanse.
Eksperimen I
Simpanse dimasukkan kedalam sangkar atau ruangan dan didalam sangkar tersebut terdapat sebatang tongkat. Diluar sangkar diletakkan sebuah pisang. Problem yang dihadapi oleh simpanse adalah bagaimana simpanse dapat mengambil pisang tadi untuk dimakan. Pada awal di masukkan sangkar, simpanse berusaha untuk mengambil pisang tersebut, tapi selalu gagal karena tangannya tidak sampai untuk mengambil pisang tersebut. Kemudian simpanse melihat sebatang tongkat dan timbullah pengertian untuk meraih pisang dengan menggunakan tongkat tersebut.
Eksperimen II
Problem yang dihadapi oleh simpanse masih sama dengan eksperimen I, yaitu pisang masih ada di luar sangkar. Akan tetapi, pisang tersebut dapat diraih jika tongkatnya dapat disambung. Jadi, ada dua batang tongkat didalam sangkar yang dapat disambung. Kemudian simpanse diletakkan dalam sangkar tersebut. Semula simpanse berusaha meraih pisang dengan satu tongkat, tetapi gagal. Tiba tiba muncul insight dalam diri simpanse dan menyambung kedua tongkat dalam sangkar untuk meraih pisang di luar sangkar, dan ternyata berhasil.
Eksperimen III
Problem yang dihadapi oleh simpanse diubah, yakni pisang diletakkan digantung di atas sangkar sehingga simpanse tidak dapat meraih pisang tersebut. Di sudut sangkar diletakkan sebuah kotak yang kuat untuk dinaiki oleh simpanse. Pada awalnya simpanse berusaha meraih pisang yang digantung di atas sangkat, tetapi ia selalu gagal. Kemudian simpanse memerhatikan sekeliling sangkar dan ia melihat sebuah kotak yang kuat, maka timbullah pemahaman dalam diri simpanse, yakni menghubungkan kotak tersebut dengan pisang. Lalu kotak tersebut diambil dan ditaruh tepat di bawah pisang. Selanjutnya simpanse menaiki kotak dan akhirnya ia dapat meraih pisang tersebut.
Eksperimen IV
Sama dengan eksperimen tiga, pisang ditaruh di atas sangkar dan ada kotak, hanya saja pada eksperimen ini ada dua kotak yang dapat disambung untuk dinaiki dan digunakan untuk meraih pisang di atas sangkar, pada awalnya simpanse menggunakan kotak satu untuk meraih pisang diatas sangkar, tetapi gagal. Simpanse melihat ada satu kotak lagi di dalam sangkar dan ia menghubungkan kotak tersebut dengan pisang dan kotak yang satunya lagi. Dengan pemahaman tersebut, simpanse menyusun kotak-kotak itu dan ia berdiri di atas kotak-kotak dan akhirnya dapat meraih pisang diatas sangkar dengan tangnnya.
Dari eksperimen-eksperimen tersebut, Kohler menjelaskan bahwa simpanse yang dipakai untuk percobaan harus dapat membentuk persepsi tentang situasi total dan saling menghubungkan antara semua hal yang relevan dengan problem yang dihadapinya sebelum muncul insight. Dari percobaan-percobaan tersebut menunjukkan simpanse dapat memecahkan problemya dengan insight nya, dan dia akan mentransfer insight tersebut untuk memcahkan problem lain yang dihadapinya.
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan oleh Kohler juga menunjukkan pentingnya pembentukan insight dalam proses belajar. Pemebentukan insight dalam diri individu belajar terjadi karena ada persepsi terhadap lingkungan atau medan dan menstrurnya sehingga membentuk menjadi suatu susunan yang bermakna, yaitu insight.
Insight yang merupakan inti dari belajar menurut teori gestalt, memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.        Kemampuan Insight seseorang tergantung kepada kemampuan dasar orang, sedangkan kemampuan dasar itu tergantung kepada usia dan posisi yang bersangkutan dalam kelompok (spesiesnya).
  1. Insight dipengaruhi atau tergantung kepada pengalaman masa lalunya yang relevan.
  2. Insight tergantung kepada pengaturan situasi yang dihadapinya.
  3. Insight didahului dengan periode mencari dan mencoba-coba.
  4. Solusi problem dengan menggunakan insight dapat diulangi dengan mudah, dan akan berlaku secara langsung.
  5. Jika insight telah terbentuk, maka problem pada situasi situasi yang lain akan dapat dipecahkan.
B.     Tokoh-tokoh Aliran Gestalt
  1. Max Wertheimer (1880-1943)
Belajar pada Kuelpe, seorang tokoh aliran Wuerzburg. Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1887-1941) melakukan eksperimen yang akhirnya menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di Univeristy of Frankfurt bersama-sama dengan Koehler dan Koffka yang saat itu sudah menjadi asisten di sana.
Konsep pentingnya : phi phenomenon (bergeraknya obyek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi).
Dengan konsep ini, Wertheimer menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima. Proses ini terjadi di otak dan sama sekali bukan proses fisik, tetapi proses mental. Ia menentang pendapat Wundt yang menunjuk pada proses fisik sebagai penjelasan phi phenomenon.




  1. Kurt Koffka (1886-1941)
Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886. Kariernya dalam psikologi dimulai sejak dia diberi gelar doktor oleh Universitas Berlin pada tahun 1908. Pada tahun 1910, ia bertemu dengan Wertheimer dan Kohler, bersama kedua orang ini Koffka mendirikan aliran psikologi Gestalt di Berlin. Sumbangan Koffka kepada psikologi adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt. Teorinya yang terkenal adalah Memory Trace (jejak ingatan).

3.      Wolfgang Kohler (1887-1967)
Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1908 di bawah bimbingan C. Stumpf di Berlin. Ia kemudian pergi ke Frankfurt. Saat bertugas sebagai asisten dari F. Schumman, ia bertemu dengan Wartheimer dan Koffka.
Ia mengadakan penyelidikan terhadap inteligensi kera. Hasil kajiannya ditulis dalam buku betajukThe Mentality of Apes (1925). Eksperimennya adalah : seekor simpanse diletakkan di dalam sangkar. Pisang digantung di atas sangkar. Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis. Mula-mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu tetapi tidak berhasil. Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai pisang itu.
Hal ini menjadi kesimpulannya bahwa apabila organisme menghadapi suatu masalah atau problem maka akan terjadi ketidak seimbangan kognitif sampai masalah itu selesai.


C.     Hukum-hukum Pokok Teori Gestalt.
1.  Hukum Pragnaz
Hukum Pragnaz ini menunjukkan tentang berarahnya segala kejadian yaitu tentang suatu keadaan seimbang. Keadaan yang seimbang ini mencakup sikap-sikap keturunan, kesederhanaan, kestabilan, simetri dan sebagainya. Contohnya Ketika melihat awan, kerapkali kita menghubungkan dengan objek yang ada dalam pikiran kita sehingga menjadi sebuah bentuk yang mirip suatu objek nyata lainnya. Misalnya mirip wajah. Contoh lain, Pada sebuah iklan, coba kita ingat kembali iklan pop mie. Pertama yang kita lihat adalah isi iklan keseluruhannya, dengan menyajikan berbagai gambaran untuk mendeskripsikan pop mie dan pada akhirnya kita tau bahwa itu iklan pop mie dengan kemasan yang baru.
2.      Hukum Kesamaan (the low of similarity).
Description: http://honeyboy777.files.wordpress.com/2011/02/law-of-similarity.jpg?w=300&h=300Bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki. Pada contoh gambar di bawah ini, umumnya orang akan cenderung melihat delapan kolom yang vertical dibanding empat baris yang horizontal, sebab adanya kemiripan atau kesamaan yang membentuk arah vertical.








3.      Hukum Arah bersama (common direction / continuity);
Description: http://honeyboy777.files.wordpress.com/2011/02/continuity.jpg?w=300&h=300Bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi  sebagi suatu figure atau bentuk tertentu. Contoh gambar dibawah ini menunjukkan bahwa kita cenderung mengikuti aliran halus atau bentuk-bentuk yang berkelanjutan dan bukan bentuk yang terputus.




4.      Hukum Ketertutupan (the low closure).
Bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap. Contohnya: Ketika kita sedang membaca bacaan, yang saat itu huruf-hurufnya terpotong-potong karena tinta hasil fotocopy yang kurang jelas. Akan tapi pada akhirnya kita dapat membaca tulisan tersebut dengan memperkirakan huruf apa saja yang tertulis.
5.      Hukum Keterdekatan (the low proxmity);
Bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu. Contohnya: Ketika kita memasuki ruangan 302 USD Kampus 3, kita akan menemui banyak meja, tapi kita akan lebih mudah melihat banyak meja tersebut dengan pengelompokan meja yang telah diatur menjadi 3 baris.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar