Jumat, 21 September 2012

PEREDARAN UANG PADA MASA MUAWIYAH AKHIR




A.    Masa Khalifah Umar bin Khaththab.
Pada era pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab selama 10 tahun, di berbagai wilayah (propinsi) yang menerapkan islam dengan baik, kaum muslimin menikmati kemakmuran dan kesejahteraan. Kesejehteraan merata ke segenap penjuru.
Buktinya, tidak ditemukan seorang miskin pun oleh Muadz bin Jabal di wilayah Yaman. Muadz adalah staf Rasulullah SAW yang diutus untuk memungut zakat di Yaman. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, Muadz terus bertugas di sana. Abu Ubaid menuturkan dalam kitabnya Al-Amwal hal. 596, bahwa Muadz pada masa Umar pernah mengirimkan hasil zakat yang dipungutnya di Yaman kepada Umar di Madinah, karena Muadz tidak menjumpai orang yang berhak menerima zakat di Yaman. Namun, Umar mengembalikannya. Ketika kemudian Muadz mengirimkan sepertiga hasil zakat itu, Umar kembali menolaknya dan berkata,”Saya tidak mengutusmu sebagai kolektor upeti, tetapi saya mengutusmu untuk memungut zakat dari orang-orang kaya di sana dan membagikannya kepada kaum miskin dari kalangan mereka juga.” Muadz menjawab,“Kalau saya menjumpai orang miskin di sana, tentu saya tidak akan mengirimkan apa pun kepadamu.
Pada tahun kedua, Muadz mengirimkan separuh hasil zakat yang dipungutnya kepada Umar, tetapi Umar mengembalikannya. Pada tahun ketiga, Muadz mengirimkan semua hasil zakat yang dipungutnya, yang juga dikembalikan Umar. Muadz berkata,”Saya tidak menjumpai seorang pun yang berhak menerima bagian zakat yang saya pungut.”
Subhanallah! Betapa indahnya kisah di atas. Bayangkan, dalam beberapa tahun saja, sistem ekonomi Islam yang adil telah berhasil meraih keberhasilan yang fantastis. Dan jangan salah, keadilan ini tidak hanya berlaku untuk rakyat yang muslim, tapi juga untuk yang non-muslim. Sebab keadilan adalah untuk semua, tak ada diskriminasi atas dasar agama. Suatu saat Umar sedang dalam perjalanan menuju Damaskus. Umar berpapasan dengan orang Nashrani yang menderita penyakit kaki gajah. Keadaannya teramat menyedihkan. Umar pun kemudian memerintahkan pegawainya untuk memberinya dana yang diambil dari hasil pengumpulan shadaqah dan juga makanan yang diambil dari perbekalan para pegawainya. Tak hanya Yaman, wilayah Bahrain juga contoh lain dari keberhasilan ekonomi Islam. Ini dibuktikan ketika suatu saat Abu Hurairah menyerahkan uang 500 ribu dirham (setara Rp 6,25 miliar) kepada Umar yang diperolehnya dari hasil kharaj propinsi Bahrain pada tahun 20 H/641 M. Pada saat itu Umar bertanya kepadanya, “Apa yang kamu bawa ini?” Abu Hurairah menjawab, “Saya membawa 500 ribu dirham. Umar pun terperanjat dan berkata lagi kepadanya, “Apakah kamu sadar apa yang engkau katakan tadi? Mungkin kamu sedang mengantuk, pergi tidurlah hingga subuh.” Ketika keesokan harinya Abu Hurairah kembali maka Umar berkata, “Berapa banyak uang yang engkau bawa?” Abu Hurairah menjawab, “Sebanyak 500 ribu dirham” Umar berkata,“Apakah itu harta yang sah?” Abu Hurairah menjawab, “Saya tidak tahu kecuali memang demikian adanya.”
Selama masa kekhalifahan Umar (13-23 H/634-644 M), Syria, Palestina, Mesir (bagian kerajaan Byzantium), Iraq (bagian kerajaan Sassanid) dan Persia (pusat Sassanid) ditaklukkan. Umar benar-benar figur utama penyebaran Islam dengan dakwah dan jihad. Tanpa jasanya dalam menaklukkan daerah-daerah tersebut, sulit dibayangkan Islam dapat tersebar luas seperti yang kita lihat sekarang ini.
Dari sudut pandang ekonomi, berbagai penaklukan itu berdampak signifikan terhadap kesejahteraan rakyat. Ghanimah yang melimpah terjadi di masa Umar. Setelah Penaklukan Nahawand (20 H) yang disebut fathul futuh (puncaknya penaklukan), misalnya, setiap tentara berkuda mendapatkan ghanimah sebesar 6000 dirham (senilai Rp 75 juta), sedangkan masing-masing tentara infanteri mendapat bagian 2000 dirham atau senilai Rp 25 juta. Bagian itu cukup besar. Bandingkan dengan ghanimah Perang Badar, dimana setiap tentara muslim hanya mendapat 80 dirham.
Meski rakyatnya sejahtera, Umar tetap hidup sederhana. Umar mendapatkan tunjangan (ta’widh) dari Baitul Mal sebesar 16.000 dirham (setara Rp 200 juta) per tahun, atau hanya sekitar Rp 17 juta per bulan (Muhammad, 2002). Ini berkebalikan dengan sistem kapitalisme-demokrasi sekarang, yang membolehkan penguasa berfoya-foya –dengan uang rakyat– padahal pada waktu yang sama banyak sekali rakyat yang melarat dan bahkan sekarat.

B.     Masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Khalifah Umar yang ini juga tak jauh beda dengan Khalifah Umar yang telah diceritakan sebelumnya. Meskipun masa kekhilafahannya cukup singkat, hanya sekitar 3 tahun (99-102 H/818-820 M), namun umat Islam akan terus mengenangnya sebagai Khalifah yang berhasil menyejahterakan rakyat.
Ibnu Abdil Hakam dalam kitabnya Sirah Umar bin Abdul Aziz hal. 59 meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata,”Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya.
Kemakmuran itu tak hanya ada di Afrika, tapi juga merata di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Basrah. Abu Ubaid dalam Al-Amwal. Mengisahkan, Khalifah Umar Abdul mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di propinsi itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata,”Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka tetapi di Baitul Mal masih terdapat banyak uang.” Umar memerintahkan,”Carilah orang yang dililit utang tapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya.” Abdul Hamid kembali menyurati Umar,”Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.” Umar memerintahkan lagi, “Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya.” Abdul Hamid sekali lagi menyurati Umar,”Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah tetapi di Baitul Mal ternyata masih juga banyak uang.” Akhirnya, Umar memberi pengarahan,”Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah pinjaman kepada mereka agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih.”
Sementara itu Gubernur Basrah pernah mengirim surat kepada Umar bin Abdul Aziz,”Semua rakyat hidup sejahtera sampai saya sendiri khawatir mereka akan menjadi takabbur dan sombong.” Umar dalam surat balasannya berkata,”Ketika Allah memasukkan calon penghuni surga ke dalam surga dan calon penghuni neraka ke dalam neraka, Allah Azza wa Jalla merasa ridha kepada penghuni surga karena mereka berkata,”Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya…” (QS Az-Zumar : 74). Maka suruhlah orang yang menjumpaimu untuk memuji Allah SWT.”
Meski rakyatnya makmur, namun seperti halnya kakeknya (Umar bin Khaththab), Khalifah Umar bin Abdul tetap hidup sederhana, jujur, dan zuhud. Bahkan sejak awal menjabat Khalifah, beliau telah menunjukkan kejujuran dan kesederhanaannya. Ini dibuktikan dengan tindakannya mencabut semua tanah garapan dan hak-hak istimewa Bani Umayyah, serta mencabut hak mereka atas kekayaan lainnya yang mereka peroleh dengan jalan kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan Khilafah Bani Umayyah. Khalifah Umar memulai dari dirinya sendiri dengan menjual semua kekayaannya dengan harga 23.000 dinar (sekitar Rp 12 miliar) lalu menyerahkan semua uang hasil penjualannya ke Baitul Mal (Al-Baghdadi, 1987). Subhanallah.
     
C.     Pada Masa khalifah Rasulullah Saw.
1.      Kegiatan ekonomi bangsa Arab sebelum Islam
Jauh sebelum kedatangan Islam, Bangsa Arab telah terkenal dengan kehidupan perniagaannya. Kondisi wilayah Jazirah Arab dan sekitarnya yang didominasi oleh padang pasir, pegunungan yang tandus dan penuh dengan bebatuan tampaknya menjadi alasan utama mayoritas penduduk Arab untuk memilih perniagaan sebagai sumber pencaharian mereka.
Sementara itu, mayoritas penduduk kota Yatsrib (Madinah) memilih bercocok tanam, disamping pengrajin besi dan berniaga, sebagai sumber utama mata pencaharian mereka. Hal ini ditunjang oleh kondisi daerah tersebut yang memiliki tingkat kelembaban dan curah hujan yang cukup, sehinngga menjadikannya daerah yang subur.
Dalam melakukan transaksi perniagaan, suku Bangsa Arab mempunyai kebiasaan menerapkan sistim ribawi, sebagai berikut;
§      Seseorang menjual sesuatu kepada orang lain dengan perjanjian bahwa pembayarannya akan dilakukan pada suatu tanggal yang telah disetujui bersama. Apabila pembeli tidak dapat membayar tepat pada waktunya, suatu tenggang waktu akan diberikan dengan syarat membayar dengan jumlah yang lebih besar daripada harga awal.
§      Seseorang meminjamkan sejumlah uang dengan jangka waktu tertentu dengan syarat, pada saat jatuh tempo, peminjam membayar pokok modal bersama dengan suatu jumlah tetap riba atau tambahan.
§      Antara peminjam dengan pemberi pinjaman melakukan kesepakatan terhadap suatu tingkat riba selama jangka waktu tertentu. Apabila telah jatuh tempo dan belum bisa membayarnya, peminjam diharuskan membayar suatu tingkan kenaikan riba tertentu sebagai kompensasi tambahan tenggang waktu pembayaran.

2.      Praktek dan kebijakan ekonomi Rasulullah saw.
ü  Periode Mekah; Nabi Muhammad saw sebagai seorang pedagang.
Seperti anggota suku Quraisy lainnya, Muhammad saw. Menekuni dunia perdagangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada usia 12 tahun, ia ikut serta dalam perjalanan dagang ke Syiria bersama pamannya Abu Thalib. Setelah menginjak dewasa dan menyadari bahwa pamannya berasal dari keluarga besar namun berekonomi lemah, Muhammad saw mulai berdagang sendiri pada taraf kecil dan pribadi di kota Mekah.
Dalam melakukan usaha dagangya, Muhammad saw. menggunakan modal orang lain yang berasal dari janda kaya dan anak yatim yang tidak mampu menjalankan modalnya sendiri. Dari mengelola modal tersebut ia mendapat upah atau bagi hasil sebagai mitra. Kepiawaian dalam berdagang yang disertai dengan reputasi dan integritas yang baik membuat Muhammad saw dijuluki Al-‘Amin (terpercaya) dan Ash-Shiddiq (jujur) oleh penduduk Mekah yang berimpikasi pada semakin banyaknya kesempatan berdagang dengan modal orang lain.
Setelah menikah dengan Khadijah, Muhammad saw tetap mejalankan usaha perdagangannya. Ia menjadi menejer sekaligus mitra dalam usaha istrinya. Perjalanan dagang beberapa kali diadakan keberbagai pusat perdagangan dan pekan dagang di Semenanjung Arab dan negeri-negeri di perbatasan Yaman, Bahrain, Irak, dan Syiria. Muhammad juga terlibat dalam urusan dagang yang besar di festival dagang Ukaz dan Dzul Majaz selama musim haji. Pada musim lain, ia sibuk mengurus perdagangan grosir di pasar-pasar kota Mekah.

ü  Periode Madinah; Muhammad saw sebagai seorang kepala negara.
Setelah mendapat perintah dari Allah SWT, Nabi Muhammad saw berhijrah ke Yatsib (Madinah). Di sana Ia disambut dengan hangat oleh penduduk kota tersebut dan diangkat menjadi pemimpin mereka. Berbeda dengan periode Mekah, Islam menjadi kekuatan politik pada periode Madinah. Ajaran Islamyang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun dikota ini. Nabi Muhammad saw mempunyai kedudukan sebagai kepala negara, disamping sebagai pemimpin Agama. Rasulullah saw segera membuang sebagian besar tradisi dan nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam dari seluruh aspek kehidupan masyarakat muslim. Kondisi negara baru yang dibentuk ini, tidak diwarisi sumber keuangan sedikitpun sehingga sulit dimobilisasi dalam waktu dekat. Kerenanya, Rasulullah saw segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, yaitu:
§   Membangun Masjid sebagai Islamic Centre.
§   Menjalin Ukhwwah Islamiyyah antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar.
§   Menjalin kedamaian dalam Negara.
§   Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya.
§   Membuat konstitusi Negara.
§   Menyusun system pertahanan Negara.
§   Meletakkan dasar-dasar keuangan Negara.

3.      Pembangunan system ekonomi.
Setelah menyelesaikan masalah politik dan konstitusional, Rasulullah saw merubah sistem ekonomi dan keuangan negara sesuai dengan ketentuan Al-Qur'an. prinsip-prinsip kebijakan ekonomi yang dijelaskan Al-Qur’an adalah sebagai berikut;
Å            Allah Swt adalah penguasa tertinggi sekaligus pemilik absolut seluruh alam semesta.
Å            Manusia hanyalah Khalifahh Allah SWT dimuka bumi, bukan pemilik yang sebenarnya.
Å            Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah seizin Allah SWT, oleh karena itu, manusia yang kurang beruntung mempunyai hak sebagian atas kekayaan yang dimiliki manusia llain yang lebih beruntung.
Å            Kekayaan harus berputar dan tidak boleh ditimbun.
Å            Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba, harus dihilangkan
Å            Menerapkan system warisan sebagai redistribusi (penyaluran kembali) kekayaan
Å            Menetapkan kewajiban bagi seluruh individu, termasuk orang-orang miskin.

4.      Pendirian lembaga Baitul Mal dan Kebijakan Fiscal (Pendapatan Negara).
Rasulullah Saw merupakan kepala Negara pertama yang memperkenalkan konsep baru dibidang keuangan Negara di abad ketujuh. Semua hasil penghimpunan kekayaan Negara harus dikumpulkan terlebih dahulu kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan Negara, tempat pusat pengumpulan dana itu disebut Bait Al-Mal yang dimasa Nabi Muhammad Saw terletak di Masjid Nabawi.
·        Pendapatan Baitul Mal
Sumber-sumber pendapatan Negara pada masa Rasulullah Saw tidak hanya bersumber pada zakat saja. Pada masa ini sisi pemerintahan APBN terdiri atas; Kharaj, Zakat, Khums, Jizyah dan Kaffarah.
·        Pengeluaran baitul mal
Pada masa Rasulullah SAW, dana Baitul Mal dialokasikan untuk penyebaran Islam, pendidikan, dan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan infrastruktur, pembangunan armada perang dan keamanan, dan penyediaan layanan kesejahteraan sosial.
·        Instrumen kebijakan fiscal meliputi beberapa hal sebagai berikut:
§      Peningkatan pendapatan nasional dan tingkat partisipasi kerja.
§      Kebijakan pajak
§      Anggaran. Dan
§      Kebijakan fiscal khusus.

5.      Kebijakan moneter.
Mata uang yang dipergunakan bangsa Arab, baik sebelum ataupun setelah Islam, adalah Dinar dan Dirham. Kedua mata uang tersebut memiliki nilai yang tetap dan karenanya tidak ada masalah dalam perputaran uang.
1)   Penawaran dan permintaan uang.
Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW, kedua mata uang tersebut diimpor; dinar dari romawi dan dirham dari Persia. Besarnya volume impor Dinar dan Dirham dan barang-barang komoditas bergantung kepada volume komoditas yang diekspor ke kedua Negara tersebut dan wilayah-wilayah lain yang berada dibawah pengaruhnya. Frekuensi transaksi perdagangan dan jasa menciptakan permintaan terhadap uang dan kerenanya motif utama permintaan terhadap uang pada masa ini adalah permintaan transaksi.
2)   Pemercepatan peredaran uang.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap stabilitas nilai uang adalah pemercepatan peredaran uang. System pemerintahan yang legal dan, khususnya, perangkat hukum yang tegas dalam menentukan peraturan etika dagang dan penggunaan uang memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan percepatan peredaran uang. Demikian juga tindakan Rasulullah Saw mendorong masyarakat untuk mengadakan akad kerjasama dan mendesak mereka untuk memberikan Qard al-hasan semakin memperkuat percepatan peredaran uang. struktur pasar memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap pemercepatan peredaran uang. monopoli kaum Quraisy dalam bisnis perdagangan yang sudah ada sejak dahulu perlahan-lahan mulai berkurang. Jadi, dapat dikatakan bahwa pengahapusan struktur monopoli dari pasar perdagangan telah meningkatkan efisiensi pertukaran dan membawa perekonomian kepada distribusi pendapatan yang lebih baik.
3)   Pengaruh kebijakan fiscal terhadap nilai uang.
Pada awal-awal masa pemerintahan Rasulullah Saw, perekonomian mengalami penyusutan permintaan efektif. perpindahan kaum muslimin dari Mekah ke Madinah yang tidak dibekali dengan kekayaan ataupun simpanan dan juga keahlian, yang akan diperlukan dimadinah telah menciptakan keseimbangan perekonomian yang rendah. Kebijakan lain yang dilakukan Rasulullah Saw adalah memberikan kesempatan yang lebih besar kepada kaum muslimin dalam melakukan aktivitas produktif dan ketenaga kerjaan. Nabi Muhammad Saw mendesak kaum Anshar dan Muhajirin, sejak awal kedatangan mereka ke madinah, untuk melakukan Akad MudhArabah, Muzara’ah, dan Musaqah satu sama lain.
4)   Mobilisasi dan utilisasi tabungan.
Salah satu tujuan khusus perekonomian pada awal perkembangan Islam adalah penginvestasian tabungan yang dimiliki masyarakat. Hal ini diwujudkan dengan dua cara, yaitu mengembangkan peluang investasi Islami secara legal dan mencegah kebocoran penggunaan tabungan untuk tujuan yang tidak Islami. Pengembangan peluang investasi secara legal dilakukan dengan mengadopsi system investasi konvensional yang kemudian disesuaikan dengan syari’ah, sehingga pihak pemilik tabungan dengan pengusaha dapat bekerjasama dengan satu ex-ente agreement share yang menghasilkan nilai tambah. Karena kegiatan utama ekonomi adalah jasa, pertanian, perdagangan, dan kerajinan tangan, bentuk hukum yang sesuai untuk semua kegiatan ini adalah mudhArabah, muzara’ah, musaqat, dan musyarakah. Pada awal masa Islam, melalui berbagai cara, pemerintah menyediakan fasilitas yang berorientasi investasi. Pertama, memberi kemudahan bagi produsen untuk berproduksi. Kedua, memberikan keuntugan pajak terutama bagi unit produksi baru. Ketiga, meningkatkan efisiensi produksi sector swasta dan peran serta masyarakat dalam berinvestasi.

D.    Pada Masa khalifah Al-Khulafa AL-Rasyidin.
1.      Masa pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq
Setelah Rasulullah Saw wafat, Abu Bakar ash-Shiddiq yang bernama lengkap Abdullah ibn Abu Quhafah at-Tamimi terpilih sebagai Khalifahh Islam yang pertama. Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat Islam, Abu Bakar ash-Shiddiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah diperaktekkan Rasulullah Saw. Ia sangat memperhatikan keakuratan penghitungan zakat sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya. Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan negar dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslimin sehingga tidak ada yang tersisa.
Seperti halnya Rasulullah Saw, Abu Bakar ash-Shiddiq juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan, sebagian diberikan kepada kaum muslimin dan sebagian yang lain tetap menjadi tanggungan Negara. Di samping itu, ia juga mengambil alih dari tanah-tanah orang yang murtad untuk kemudian dimanfaatkan demi kepentingan umat Islam secara keseluruhan.
Dalam mendistribusikan harta Baitul Mal tersebut, Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan, memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah SAW dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu dengan sahabat yang baru memeluk Islam, antara hamba dengan orang merdeka, dan antara pria dengan wanita. Menurutnya dalam hal keutamaan beriman, Allah SWT yang akan memberikan ganjarannya, sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup, prinsip kesamaan lebih baik daripada prinsip keutamaan.
Dengan demikian selama masa pemerintahan AbuBakar ash-Shiddiq, harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum muslimin, bahkan ketika Abu Bakar ash-Shiddiq wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan Negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang sama dari pendapatan Negara. Bahkan bila pendapatan Negara meningkat, seluruh kaum muslimin mendapatkan manfaat yang sama dan tidak ada seorangpun yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut merimlikasi pada peningkatan aggregate demand dan aggregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total pendapatan nasional, di samping memperkacil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan yang miskin.


2.      Masa pemerintahan Utsman bin Affan.
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, Khalifah Utsman ibn ‘Affan berhasil melakukan ekspansi kewilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian-bagian yang tersisa di Persia, Transoxanis dan Tabaristan. 
Pada enam tahun pertama masa pemerintahannya, Khalifah  Utsman ibn ‘Affan melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan Umar ibn al-Khattab. Dalam rangaka pengembangan sumber daya alam, ia melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan-jalan, dan pembentukan organisasi kepolisian secara permanen untuk mengamankan jalur perdagangan. Khalifah Utsman ibn ‘Affan juga membentuk armada laut kaum mulimin dibawah komando mu’awiyah hingga berhasil membengun supremasi kelautannya diwilayah Mediterania. Laodicea dan wilayah disemenanjung Syiria, Tripoli dan Barca di afrika utara menjadi pelabuhan pertaha Negara Islam.
Khalifah Utsman ibn ‘Affan tidak mengambil upah dari kantornya, sebaliknya, ia meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang serius, bahkan menyimpan uangnya dibendahara Negara. Hal tersebut menimbulkan kesalah pahaman dengan Abdullah bin Irqam, bendahara Baitul Mal. Konflik ini tidak hanya membuat Abdullah bin Irqam menolak upah dari pekerjaannya, tetapi juga menolak hadir pada setiap pertemuan public yang dihadiri Khalifah  Utsman ibn ‘Affan.
Dalam hal pengelola zakat, Khalifah  Utsman ibn ‘Affan mendelegasikan kewenangan menaksirkan harta yang dizakati kepada para pemiliknya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan ytidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul zakat.
Untuk meningkatkan pengeluaran dibidang pertahanan dan kelautan, meningkatkan dana pension dan pembangunan berbagai wilayah taklukan baru Negara membutuhkan dana tambahan. Oleh karena itu Khalifah Utsman ibn ‘Affan membuat beberapa perubahan administrasi tingkat atas dan pergantian beberapa gubernur. Ia juga menerapkan kebijakan membagi-bagikan tanah-tanah Negara kepada individu-individu untuk reklamasi dan kontribusi kepada Baitul Mal. Dari hasil kebijakannya ini, Negara memperoleh pendapatan sebesar lima puluh juta dirham atau naik 41 dirham jika dibandingkan pada masa Umar ibn al-Khattab yang tidak membagi-bagikan tanah tersebut. Memasuki 6 tahun kedua masa pemerintahan  Utsman ibn ‘Affan, tidak terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah  Utsman ibn ‘Affan yang banyak menguntungkan keluarganya telah menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum muslimin. Akibatnya pada masa ini, pemerintahannya lebih banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang Khalifah.

3.        Masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Masa pemerintahan Khalifah  Ali ibn Abi Thalib yang hanya berlangsung selama 6 tahun selalu diwarnai dengan ketidak setabilan kehidupan politik. Ia harus menghadapi pemberontakan Thalhah, Jubair bin alwwam, dan Aisah yang menuntut kematian Utsman ibn Afan. Berbagai kebijakan tegas yang diterapkannya menimbulkan api permusuhan dengan keluarga Bani Umayyah yang dimotori oleh muawiyah bin Abi sofiyan. Pemberontakannya juga datang dari golongan khawarij, mantan pendukung Khalifah  Ali ibn Abi Thalib yang kecewa pada keputusan tahkim pada perang shiffin.
Sekalipun demikian Khalifah  Ali ibn Abi Thalib tetap berusaha untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang mendorong peningkatan kesejahteraan umat Islam. Menurut sebuah riwayat ia secara suka rela menarik diri dari daftar penerimaan dana bantuan Baitul Mal. Selama pemerintahannya, Khalifah  Ali ibn Abi Thalib menetapkan pajak terhadap hasil hutan dan sayuran.
Selama masa pemerintahan  Ali ibn Abi Thalib system administrasi Baitul Mal, baik ditingkat pusat maupun daerah, telah berjalan dengan baik. Kerja sama antara keduanya berjalan dengan lancer maka pendapatan Baitul Mal mengalami surplus. Dalam pendistribusian harta Baitul Mal, Khalifah  Ali ibn Abi Thalib menerapkan prinsip pemerataan. Ia memberikan santunan yang sama kepada setiap orang tanpa memandang status social atau kedudukannya didalam Islam. Khalifah Ali ibn Abi Thalib tetap berpemdapat bahwa seluruh pendapatan Negara yang disimpan dalam Baitul Mal harus didistribusikan kepada kaum muslimin, tanpa ada sedikitpun dana yang tersisa. Distribusi tersebut dilakukan sekali dalam sepekan. Hari kamis merupakan hari pendistribusian atau hari pembayaran. Pada hari itu, semua perhitungan diselesaikan dan, pada hari sabtu, perhitungan baru dimulai.
Selain itu, langkah penting yang dilakukan Khalifah  Ali ibn Abi Thalib pada masa pemerintahannya adalah pencetakan mata uang koin atas nama Negara Islam. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan tersebut kaum muslimin telah menguasai tegnologi peleburan besi dan pencetakan koin. Namun demikian, uang yang dicetak oleh kaum muslimin itu tidak dapat beredar dengan luas karena pemerintahan Ali ibn Abi Thalib berjalan sangat singkat seiring dengan  terbunuhnya Khalifah pada tahun ke 6 pemerintahannya.
E.     PENCETAKAN DINAR ISLAM DAN MASA JAYANYA
Telah dijelaskan di atas bahwa pada masa periode awal Islam, perkembangan penting uang yang terjadi adalah dalam hal uang dirham saja. Adapun uang dinar berkembang pada masa berikutnya yaitu masa kekhalifahan Bani Umaiyyah (661-750M). Bahkan masa inilah yang disebut masa kejayaan dinar Islam, seiring dengan kejayaan peradaban islam saat itu.
Meskipun pada masa ini dinar dan dirham dicetak silih berganti, namun standar yang digunakan tetap standar yang dibuat oleh Khalifah Umar ra. Ada 3 masa kekhalifahan Bani Umaiyyah yang penting dicatat dalam perkemba-ngan uang Islam. 3 masa khalifah itu adalah :

1.      Masa Muawiyah ibn Abi Sufyan.
Di masa Muawiyah ini, mulai dilakukan pencetakan dinar . Terbukti dengan ditemukannya 3 koin emas di salah satu kuburan Islam di daerah Cina. Koin tersebut mempunyai diameter 1,9 cm dengan berat 4,3 gr dan ketebalan 1mm. Dalam koin tersebut tertulis kalimat La Ilaha Illa Allah, Wahdahu La Syarika lahu, Muhammad Rasullah Arsalahu bil huda wa dinil haq. Ketika diteliti koin ini ternyata dicetak pada masa Muawiyah tahun 41 H.
Pada masa ini dirham-dirham terdahulu masih dipakai termasuk dengan salah satu gambar Croeses ( raja Persia). Sedangkan dinar pada masa ini bergambar Khalifah Muawiyah yang menyandang pedang. Namanya tertera dalam dirham Persia menggantikan nama raja Persia dengan gelar Amirul Mukminin yang masih dalam aksara Persia.
2.      Masa Abdullah ibn Zubair.
Hal yang terpenting di masa Abdullah ibn Zubair dalam pencetakan uang adalah peruibahan bentuk, yaitu bulat penuh pada tahun 61 H. Abdullah ibn Zubair tidak mengabaikan kebiasaan para pendahulunya untuk mencantumkan tahun dan beberapa kalimat syiar-syiar Islam pada uang. Sebagai contoh Abdullah ibn Zubair mencantumkan kalimat Muhammad rasulullah pada satu sisi, dan pada sisi yang lain tercantum kalimat Amara Allah bil Wafa wa al-Adl. Ibnu Khaldun meriwayatkan bahwa sama seperti masa Muawiyah, pada masa ini selain dirham dicetak juga dinar.
3.      Masa Abdul malik ibn Marwan
Kebanyakan sejarawan berpendapat bahwa Abdul malik ibn Marwan adalah pencetak dinar Islami yang pertama. Ini disebabkan karena sejak zaman Abdul malik bin Marwan-lah dinar menjadi mata uang resmi dalam pasar global internasional. Juga karena simbol-simbol yang dipakai dalam dinar dan dirham adalah simbol-simbol Islam dengan tulisan Arab, menggantikan simbol-simbol Kristiani dan zoroastrian atau tulisan Persia yang pada masa Muawiyah masih dipakai.
Di masa ini dinar dicetak dengan tulisan Bismillah La Ilaha illa Allah Wahdah Muhammad Rasulullah, dan Bismillah. Uang ini dicetak tathun 74 H.
Abdul Malik bin Marwan juga mengambil beberapa langkah untuk menjadikan dinar sebagai alat tukar resmi. Beberapa langkah tersebut di antaranya :
Ò     Memerintahkan Hajjaj ( Gubernur Irak saat itu) untuk mencetak uang. Hajjaj kemudian melaksanakannya dengan baik.
Ò     Memerintahkan Hajjaj untuk mengedarkan dinar ke seluruh negeri
Ò     Memerintahkan untuk menarik semua dinar lama dari peredaran melalui Baitul mal untuk dicetak kembali sesuai dengan bentuk dan standar yang baku. Inilah mungkin yang menyebabkan mengapa dinar yang dicetak oleh Muawiyah bin Abu Sufyan sangat sulit ditemukan
Dengan beberapa langkah ini, dinar akhirnya menjadi mata uang dunia yang menjadi patokan/standar perdagangan Internasional. Pantaslah masa ini dianggap sebagai zaman kejayaan dinar. Dinar Islam (yang dicetak pemerintahan Islam) telah menjadi hard currency yang relatif stabil dan menguasai dunia. Sebagai bukti hal tersebut adalah banyaknya ditemukan uang-uang Islam yang tersebar di Rusia, Belanda, Finlandia, dan Jerman.