A.
Masa Khalifah Umar bin Khaththab.
Pada era
pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab selama 10 tahun, di berbagai wilayah
(propinsi) yang menerapkan islam dengan baik, kaum muslimin menikmati
kemakmuran dan kesejahteraan. Kesejehteraan merata ke segenap penjuru.
Buktinya,
tidak ditemukan seorang miskin pun oleh Muadz bin Jabal di wilayah Yaman. Muadz
adalah staf Rasulullah SAW yang diutus untuk memungut zakat di Yaman. Pada masa
Khalifah Abu Bakar dan Umar, Muadz terus bertugas di sana. Abu Ubaid menuturkan
dalam kitabnya Al-Amwal hal. 596, bahwa Muadz pada masa Umar pernah
mengirimkan hasil zakat yang dipungutnya di Yaman kepada Umar di Madinah,
karena Muadz tidak menjumpai orang yang berhak menerima zakat di Yaman. Namun,
Umar mengembalikannya. Ketika kemudian Muadz mengirimkan sepertiga hasil zakat
itu, Umar kembali menolaknya dan berkata,”Saya tidak mengutusmu sebagai
kolektor upeti, tetapi saya mengutusmu untuk memungut zakat dari orang-orang
kaya di sana dan membagikannya kepada kaum miskin dari kalangan mereka juga.”
Muadz menjawab,“Kalau saya menjumpai orang miskin di sana, tentu saya tidak
akan mengirimkan apa pun kepadamu.
Pada tahun
kedua, Muadz mengirimkan separuh hasil zakat yang dipungutnya kepada Umar,
tetapi Umar mengembalikannya. Pada tahun ketiga, Muadz mengirimkan semua hasil
zakat yang dipungutnya, yang juga dikembalikan Umar. Muadz berkata,”Saya
tidak menjumpai seorang pun yang berhak menerima bagian zakat yang saya
pungut.”
Subhanallah!
Betapa indahnya kisah di atas. Bayangkan, dalam beberapa tahun saja, sistem
ekonomi Islam yang adil telah berhasil meraih keberhasilan yang fantastis. Dan
jangan salah, keadilan ini tidak hanya berlaku untuk rakyat yang muslim, tapi
juga untuk yang non-muslim. Sebab keadilan adalah untuk semua, tak ada
diskriminasi atas dasar agama. Suatu saat Umar sedang dalam perjalanan menuju
Damaskus. Umar berpapasan dengan orang Nashrani yang menderita penyakit kaki
gajah. Keadaannya teramat menyedihkan. Umar pun kemudian memerintahkan
pegawainya untuk memberinya dana yang diambil dari hasil pengumpulan shadaqah
dan juga makanan yang diambil dari perbekalan para pegawainya. Tak hanya Yaman,
wilayah Bahrain juga contoh lain dari keberhasilan ekonomi Islam. Ini
dibuktikan ketika suatu saat Abu Hurairah menyerahkan uang 500 ribu dirham
(setara Rp 6,25 miliar) kepada Umar yang diperolehnya dari hasil kharaj
propinsi Bahrain pada tahun 20 H/641 M. Pada saat itu Umar bertanya kepadanya, “Apa
yang kamu bawa ini?” Abu Hurairah menjawab, “Saya membawa 500 ribu
dirham.“ Umar pun terperanjat dan berkata lagi kepadanya, “Apakah
kamu sadar apa yang engkau katakan tadi? Mungkin kamu sedang mengantuk, pergi
tidurlah hingga subuh.” Ketika keesokan harinya Abu Hurairah kembali maka
Umar berkata, “Berapa banyak uang yang engkau bawa?” Abu Hurairah
menjawab, “Sebanyak 500 ribu dirham” Umar berkata,“Apakah itu harta
yang sah?” Abu Hurairah menjawab, “Saya tidak tahu kecuali memang
demikian adanya.”
Selama masa
kekhalifahan Umar (13-23 H/634-644 M), Syria, Palestina, Mesir (bagian kerajaan
Byzantium), Iraq (bagian kerajaan Sassanid) dan Persia (pusat Sassanid)
ditaklukkan. Umar benar-benar figur utama penyebaran Islam dengan dakwah dan
jihad. Tanpa jasanya dalam menaklukkan daerah-daerah tersebut, sulit
dibayangkan Islam dapat tersebar luas seperti yang kita lihat sekarang ini.
Dari sudut
pandang ekonomi, berbagai penaklukan itu berdampak signifikan terhadap
kesejahteraan rakyat. Ghanimah yang melimpah terjadi di masa Umar. Setelah
Penaklukan Nahawand (20 H) yang disebut fathul futuh (puncaknya
penaklukan), misalnya, setiap tentara berkuda mendapatkan ghanimah sebesar 6000
dirham (senilai Rp 75 juta), sedangkan masing-masing tentara infanteri mendapat
bagian 2000 dirham atau senilai Rp 25 juta. Bagian itu cukup besar. Bandingkan
dengan ghanimah Perang Badar, dimana setiap tentara muslim hanya mendapat 80
dirham.
Meski
rakyatnya sejahtera, Umar tetap hidup sederhana. Umar mendapatkan tunjangan (ta’widh)
dari Baitul Mal sebesar 16.000 dirham (setara Rp 200 juta) per tahun, atau
hanya sekitar Rp 17 juta per bulan (Muhammad, 2002). Ini berkebalikan dengan
sistem kapitalisme-demokrasi sekarang, yang membolehkan penguasa berfoya-foya
–dengan uang rakyat– padahal pada waktu yang sama banyak sekali rakyat yang
melarat dan bahkan sekarat.
B. Masa Khalifah
Umar bin Abdul Aziz.
Khalifah Umar
yang ini juga tak jauh beda dengan Khalifah Umar yang telah diceritakan
sebelumnya. Meskipun masa kekhilafahannya cukup singkat, hanya sekitar 3 tahun
(99-102 H/818-820 M), namun umat Islam akan terus mengenangnya sebagai Khalifah
yang berhasil menyejahterakan rakyat.
Ibnu Abdil
Hakam dalam kitabnya Sirah Umar bin Abdul Aziz hal. 59 meriwayatkan,
Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata,”Saya pernah diutus
Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya
bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai
seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu
berkecukupan. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli budak lalu
memerdekakannya.”
Kemakmuran
itu tak hanya ada di Afrika, tapi juga merata di seluruh penjuru wilayah
Khilafah Islam, seperti Irak dan Basrah. Abu Ubaid dalam Al-Amwal.
Mengisahkan, Khalifah Umar Abdul mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman,
gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di propinsi itu. Dalam
surat balasannya, Abdul Hamid berkata,”Saya sudah membayarkan semua gaji dan
hak mereka tetapi di Baitul Mal masih terdapat banyak uang.” Umar
memerintahkan,”Carilah orang yang dililit utang tapi tidak boros. Berilah
dia uang untuk melunasi utangnya.” Abdul Hamid kembali menyurati Umar,”Saya
sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.”
Umar memerintahkan lagi, “Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta
lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya.” Abdul Hamid
sekali lagi menyurati Umar,”Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah
tetapi di Baitul Mal ternyata masih juga banyak uang.” Akhirnya, Umar
memberi pengarahan,”Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj.
Kalau ada yang kekurangan modal, berilah pinjaman kepada mereka agar mampu
mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua
tahun atau lebih.”
Sementara itu
Gubernur Basrah pernah mengirim surat kepada Umar bin Abdul Aziz,”Semua
rakyat hidup sejahtera sampai saya sendiri khawatir mereka akan menjadi
takabbur dan sombong.” Umar dalam surat balasannya berkata,”Ketika Allah
memasukkan calon penghuni surga ke dalam surga dan calon penghuni neraka ke
dalam neraka, Allah Azza wa Jalla merasa ridha kepada penghuni surga karena
mereka berkata,”Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya…” (QS
Az-Zumar : 74). Maka suruhlah orang yang menjumpaimu untuk memuji Allah SWT.”
Meski
rakyatnya makmur, namun seperti halnya kakeknya (Umar bin Khaththab), Khalifah
Umar bin Abdul tetap hidup sederhana, jujur, dan zuhud. Bahkan sejak awal
menjabat Khalifah, beliau telah menunjukkan kejujuran dan kesederhanaannya. Ini
dibuktikan dengan tindakannya mencabut semua tanah garapan dan hak-hak istimewa
Bani Umayyah, serta mencabut hak mereka atas kekayaan lainnya yang mereka
peroleh dengan jalan kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan Khilafah Bani
Umayyah. Khalifah Umar memulai dari dirinya sendiri dengan menjual semua
kekayaannya dengan harga 23.000 dinar (sekitar Rp 12 miliar) lalu menyerahkan
semua uang hasil penjualannya ke Baitul Mal (Al-Baghdadi, 1987). Subhanallah.
C. Pada Masa khalifah
Rasulullah Saw.
1. Kegiatan ekonomi bangsa Arab sebelum Islam
Jauh sebelum kedatangan Islam, Bangsa Arab telah terkenal
dengan kehidupan perniagaannya. Kondisi wilayah Jazirah Arab dan sekitarnya
yang didominasi oleh padang pasir, pegunungan yang tandus dan penuh dengan
bebatuan tampaknya menjadi alasan utama mayoritas penduduk Arab untuk memilih
perniagaan sebagai sumber pencaharian mereka.
Sementara itu, mayoritas penduduk kota Yatsrib (Madinah)
memilih bercocok tanam, disamping pengrajin besi dan berniaga, sebagai sumber
utama mata pencaharian mereka. Hal ini ditunjang oleh kondisi daerah tersebut
yang memiliki tingkat kelembaban dan curah hujan yang cukup, sehinngga
menjadikannya daerah yang subur.
Dalam melakukan transaksi perniagaan,
suku Bangsa Arab mempunyai kebiasaan menerapkan sistim ribawi, sebagai berikut;
§
Seseorang
menjual sesuatu kepada orang lain dengan perjanjian bahwa pembayarannya akan
dilakukan pada suatu tanggal yang telah disetujui bersama. Apabila pembeli
tidak dapat membayar tepat pada waktunya, suatu tenggang waktu akan diberikan
dengan syarat membayar dengan jumlah yang lebih besar daripada harga awal.
§
Seseorang
meminjamkan sejumlah uang dengan jangka waktu tertentu dengan syarat, pada saat
jatuh tempo, peminjam membayar pokok modal bersama dengan suatu jumlah tetap
riba atau tambahan.
§ Antara peminjam dengan pemberi pinjaman melakukan
kesepakatan terhadap suatu tingkat riba selama jangka waktu tertentu. Apabila
telah jatuh tempo dan belum bisa membayarnya, peminjam diharuskan membayar
suatu tingkan kenaikan riba tertentu sebagai kompensasi tambahan tenggang waktu
pembayaran.
2.
Praktek dan
kebijakan ekonomi Rasulullah saw.
ü Periode Mekah; Nabi Muhammad saw sebagai seorang
pedagang.
Seperti anggota suku Quraisy lainnya, Muhammad saw. Menekuni dunia
perdagangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada usia 12 tahun, ia ikut
serta dalam perjalanan dagang ke Syiria bersama pamannya Abu Thalib. Setelah
menginjak dewasa dan menyadari bahwa pamannya berasal dari keluarga besar namun
berekonomi lemah, Muhammad saw mulai berdagang sendiri pada taraf kecil dan
pribadi di kota Mekah.
Dalam melakukan usaha dagangya, Muhammad saw. menggunakan
modal orang lain yang berasal dari janda kaya dan anak yatim yang tidak mampu
menjalankan modalnya sendiri. Dari mengelola modal tersebut ia mendapat upah
atau bagi hasil sebagai mitra. Kepiawaian dalam berdagang yang disertai dengan
reputasi dan integritas yang baik membuat Muhammad saw dijuluki Al-‘Amin
(terpercaya) dan Ash-Shiddiq (jujur) oleh penduduk Mekah yang
berimpikasi pada semakin banyaknya kesempatan berdagang dengan modal orang
lain.
Setelah menikah dengan Khadijah, Muhammad saw tetap
mejalankan usaha perdagangannya. Ia menjadi menejer sekaligus mitra dalam usaha
istrinya. Perjalanan dagang beberapa kali diadakan keberbagai pusat perdagangan
dan pekan dagang di Semenanjung Arab dan negeri-negeri di perbatasan Yaman,
Bahrain, Irak, dan Syiria. Muhammad juga terlibat dalam urusan dagang yang
besar di festival dagang Ukaz dan Dzul Majaz selama musim haji. Pada musim
lain, ia sibuk mengurus perdagangan grosir di pasar-pasar kota Mekah.
ü Periode Madinah; Muhammad saw sebagai seorang kepala
negara.
Setelah mendapat perintah dari Allah SWT, Nabi Muhammad
saw berhijrah ke Yatsib (Madinah). Di sana Ia disambut dengan hangat oleh
penduduk kota tersebut dan diangkat menjadi pemimpin mereka. Berbeda dengan
periode Mekah, Islam menjadi kekuatan politik pada periode Madinah. Ajaran
Islamyang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun dikota ini. Nabi
Muhammad saw mempunyai kedudukan sebagai kepala negara, disamping sebagai
pemimpin Agama. Rasulullah saw segera membuang sebagian besar tradisi dan
nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam dari seluruh aspek kehidupan
masyarakat muslim. Kondisi negara baru yang dibentuk ini, tidak diwarisi sumber
keuangan sedikitpun sehingga sulit dimobilisasi dalam waktu dekat. Kerenanya,
Rasulullah saw segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, yaitu:
§
Membangun Masjid
sebagai Islamic Centre.
§ Menjalin Ukhwwah Islamiyyah antara kaum Muhajirin
dengan kaum Anshar.
§ Menjalin kedamaian dalam Negara.
§ Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya.
§ Membuat konstitusi Negara.
§ Menyusun system pertahanan Negara.
§ Meletakkan dasar-dasar keuangan Negara.
3. Pembangunan system ekonomi.
Setelah menyelesaikan masalah politik dan konstitusional,
Rasulullah saw merubah sistem ekonomi dan keuangan negara sesuai dengan
ketentuan Al-Qur'an. prinsip-prinsip kebijakan ekonomi yang dijelaskan
Al-Qur’an adalah sebagai berikut;
Å
Allah Swt adalah
penguasa tertinggi sekaligus pemilik absolut seluruh alam semesta.
Å
Manusia hanyalah
Khalifahh Allah SWT dimuka bumi, bukan pemilik yang sebenarnya.
Å
Semua yang
dimiliki dan didapatkan manusia adalah seizin Allah SWT, oleh karena itu,
manusia yang kurang beruntung mempunyai hak sebagian atas kekayaan yang
dimiliki manusia llain yang lebih beruntung.
Å
Kekayaan harus
berputar dan tidak boleh ditimbun.
Å
Eksploitasi
ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba, harus dihilangkan
Å
Menerapkan
system warisan sebagai redistribusi (penyaluran kembali) kekayaan
Å
Menetapkan
kewajiban bagi seluruh individu, termasuk orang-orang miskin.
4. Pendirian lembaga Baitul Mal dan Kebijakan Fiscal (Pendapatan Negara).
Rasulullah Saw merupakan kepala Negara pertama yang
memperkenalkan konsep baru dibidang keuangan Negara di abad ketujuh. Semua
hasil penghimpunan kekayaan Negara harus dikumpulkan terlebih dahulu kemudian
dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan Negara, tempat pusat pengumpulan dana itu
disebut Bait Al-Mal yang dimasa Nabi Muhammad Saw terletak di Masjid
Nabawi.
·
Pendapatan
Baitul Mal
Sumber-sumber
pendapatan Negara pada masa Rasulullah Saw tidak hanya bersumber pada zakat
saja. Pada masa ini sisi pemerintahan APBN terdiri atas; Kharaj, Zakat, Khums,
Jizyah dan Kaffarah.
·
Pengeluaran
baitul mal
Pada masa
Rasulullah SAW, dana Baitul Mal dialokasikan untuk penyebaran Islam,
pendidikan, dan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan
infrastruktur, pembangunan armada perang dan keamanan, dan penyediaan layanan
kesejahteraan sosial.
·
Instrumen
kebijakan fiscal meliputi beberapa hal sebagai berikut:
§
Peningkatan
pendapatan nasional dan tingkat partisipasi kerja.
§
Kebijakan pajak
§
Anggaran. Dan
§
Kebijakan fiscal
khusus.
5. Kebijakan moneter.
Mata uang yang dipergunakan bangsa Arab, baik sebelum
ataupun setelah Islam, adalah Dinar dan Dirham. Kedua mata uang tersebut
memiliki nilai yang tetap dan karenanya tidak ada masalah dalam perputaran
uang.
1) Penawaran dan permintaan
uang.
Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW, kedua mata uang
tersebut diimpor; dinar dari romawi dan dirham dari Persia. Besarnya volume
impor Dinar dan Dirham dan barang-barang komoditas bergantung kepada volume
komoditas yang diekspor ke kedua Negara tersebut dan wilayah-wilayah lain yang
berada dibawah pengaruhnya. Frekuensi transaksi perdagangan dan jasa
menciptakan permintaan terhadap uang dan kerenanya motif utama permintaan
terhadap uang pada masa ini adalah permintaan transaksi.
2) Pemercepatan
peredaran uang.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap stabilitas nilai
uang adalah pemercepatan peredaran uang. System pemerintahan yang legal dan,
khususnya, perangkat hukum yang tegas dalam menentukan peraturan etika dagang
dan penggunaan uang memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan
percepatan peredaran uang. Demikian juga tindakan Rasulullah Saw mendorong
masyarakat untuk mengadakan akad kerjasama dan mendesak mereka untuk memberikan
Qard al-hasan semakin memperkuat percepatan peredaran uang. struktur pasar
memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap pemercepatan peredaran uang.
monopoli kaum Quraisy dalam bisnis perdagangan yang sudah ada sejak dahulu
perlahan-lahan mulai berkurang. Jadi, dapat dikatakan bahwa pengahapusan struktur
monopoli dari pasar perdagangan telah meningkatkan efisiensi pertukaran dan
membawa perekonomian kepada distribusi pendapatan yang lebih baik.
3) Pengaruh kebijakan
fiscal terhadap nilai uang.
Pada awal-awal masa pemerintahan Rasulullah Saw,
perekonomian mengalami penyusutan permintaan efektif. perpindahan kaum muslimin
dari Mekah ke Madinah yang tidak dibekali dengan kekayaan ataupun simpanan dan
juga keahlian, yang akan diperlukan dimadinah telah menciptakan keseimbangan
perekonomian yang rendah. Kebijakan lain yang dilakukan Rasulullah Saw adalah
memberikan kesempatan yang lebih besar kepada kaum muslimin dalam melakukan
aktivitas produktif dan ketenaga kerjaan. Nabi Muhammad Saw mendesak kaum
Anshar dan Muhajirin, sejak awal kedatangan mereka ke madinah, untuk melakukan
Akad MudhArabah, Muzara’ah, dan Musaqah satu sama lain.
4) Mobilisasi dan
utilisasi tabungan.
Salah satu tujuan khusus perekonomian pada awal
perkembangan Islam adalah penginvestasian tabungan yang dimiliki masyarakat.
Hal ini diwujudkan dengan dua cara, yaitu mengembangkan peluang investasi
Islami secara legal dan mencegah kebocoran penggunaan tabungan untuk tujuan
yang tidak Islami. Pengembangan peluang investasi secara legal dilakukan dengan
mengadopsi system investasi konvensional yang kemudian disesuaikan dengan
syari’ah, sehingga pihak pemilik tabungan dengan pengusaha dapat bekerjasama
dengan satu ex-ente agreement share yang menghasilkan nilai tambah.
Karena kegiatan utama ekonomi adalah jasa, pertanian, perdagangan, dan kerajinan
tangan, bentuk hukum yang sesuai untuk semua kegiatan ini adalah mudhArabah,
muzara’ah, musaqat, dan musyarakah. Pada awal masa Islam, melalui berbagai
cara, pemerintah menyediakan fasilitas yang berorientasi investasi. Pertama,
memberi kemudahan bagi produsen untuk berproduksi. Kedua, memberikan keuntugan
pajak terutama bagi unit produksi baru. Ketiga, meningkatkan efisiensi produksi
sector swasta dan peran serta masyarakat dalam berinvestasi.
D.
Pada Masa
khalifah Al-Khulafa AL-Rasyidin.
1.
Masa pemerintahan
Abu Bakar ash-Shiddiq
Setelah Rasulullah Saw wafat, Abu Bakar ash-Shiddiq yang
bernama lengkap Abdullah ibn Abu Quhafah at-Tamimi terpilih sebagai Khalifahh
Islam yang pertama. Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat Islam, Abu
Bakar ash-Shiddiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah
diperaktekkan Rasulullah Saw. Ia sangat memperhatikan keakuratan penghitungan
zakat sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya. Hasil
pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan negar dan disimpan
dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslimin
sehingga tidak ada yang tersisa.
Seperti halnya Rasulullah Saw, Abu Bakar ash-Shiddiq juga
melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan, sebagian diberikan
kepada kaum muslimin dan sebagian yang lain tetap menjadi tanggungan Negara. Di
samping itu, ia juga mengambil alih dari tanah-tanah orang yang murtad untuk
kemudian dimanfaatkan demi kepentingan umat Islam secara keseluruhan.
Dalam mendistribusikan harta Baitul Mal tersebut, Abu
Bakar menerapkan prinsip kesamarataan, memberikan jumlah yang sama kepada semua
sahabat Rasulullah SAW dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih
dahulu dengan sahabat yang baru memeluk Islam, antara hamba dengan orang
merdeka, dan antara pria dengan wanita. Menurutnya dalam hal keutamaan beriman,
Allah SWT yang akan memberikan ganjarannya, sedangkan dalam masalah kebutuhan
hidup, prinsip kesamaan lebih baik daripada prinsip keutamaan.
Dengan demikian selama masa pemerintahan AbuBakar
ash-Shiddiq, harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang
lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum muslimin, bahkan
ketika Abu Bakar ash-Shiddiq wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam
perbendaharaan Negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang sama dari
pendapatan Negara. Bahkan bila pendapatan Negara meningkat, seluruh kaum
muslimin mendapatkan manfaat yang sama dan tidak ada seorangpun yang dibiarkan
dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut merimlikasi pada peningkatan aggregate
demand dan aggregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total
pendapatan nasional, di samping memperkacil jurang pemisah antara orang-orang
yang kaya dengan yang miskin.
2.
Masa
pemerintahan Utsman bin Affan.
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12
tahun, Khalifah Utsman ibn ‘Affan berhasil melakukan ekspansi kewilayah
Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian-bagian yang tersisa di Persia,
Transoxanis dan Tabaristan.
Pada enam tahun pertama masa pemerintahannya,
Khalifah Utsman ibn ‘Affan melakukan penataan baru dengan mengikuti
kebijakan Umar ibn al-Khattab. Dalam rangaka pengembangan sumber daya alam, ia
melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan-jalan, dan pembentukan
organisasi kepolisian secara permanen untuk mengamankan jalur perdagangan.
Khalifah Utsman ibn ‘Affan juga membentuk armada laut kaum mulimin dibawah
komando mu’awiyah hingga berhasil membengun supremasi kelautannya diwilayah
Mediterania. Laodicea dan wilayah disemenanjung Syiria, Tripoli dan Barca di
afrika utara menjadi pelabuhan pertaha Negara Islam.
Khalifah Utsman ibn ‘Affan tidak mengambil upah dari
kantornya, sebaliknya, ia meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang
serius, bahkan menyimpan uangnya dibendahara Negara. Hal tersebut menimbulkan
kesalah pahaman dengan Abdullah bin Irqam, bendahara Baitul Mal. Konflik ini
tidak hanya membuat Abdullah bin Irqam menolak upah dari pekerjaannya, tetapi
juga menolak hadir pada setiap pertemuan public yang dihadiri Khalifah
Utsman ibn ‘Affan.
Dalam hal pengelola zakat, Khalifah Utsman ibn
‘Affan mendelegasikan kewenangan menaksirkan harta yang dizakati kepada para
pemiliknya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari
berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan ytidak jelas oleh
beberapa oknum pengumpul zakat.
Untuk meningkatkan pengeluaran dibidang pertahanan dan
kelautan, meningkatkan dana pension dan pembangunan berbagai wilayah taklukan
baru Negara membutuhkan dana tambahan. Oleh karena itu Khalifah Utsman ibn
‘Affan membuat beberapa perubahan administrasi tingkat atas dan pergantian
beberapa gubernur. Ia juga menerapkan kebijakan membagi-bagikan tanah-tanah
Negara kepada individu-individu untuk reklamasi dan kontribusi kepada Baitul
Mal. Dari hasil kebijakannya ini, Negara memperoleh pendapatan sebesar lima
puluh juta dirham atau naik 41 dirham jika dibandingkan pada masa Umar ibn
al-Khattab yang tidak membagi-bagikan tanah tersebut. Memasuki 6 tahun kedua
masa pemerintahan Utsman ibn ‘Affan, tidak terdapat perubahan situasi
ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah Utsman ibn
‘Affan yang banyak menguntungkan keluarganya telah menimbulkan benih kekecewaan
yang mendalam pada sebagian besar kaum muslimin. Akibatnya pada masa ini,
pemerintahannya lebih banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan
terbunuhnya sang Khalifah.
3.
Masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Masa pemerintahan Khalifah Ali ibn
Abi Thalib yang hanya berlangsung selama 6 tahun selalu diwarnai dengan ketidak
setabilan kehidupan politik. Ia harus menghadapi pemberontakan Thalhah, Jubair
bin alwwam, dan Aisah yang menuntut kematian Utsman ibn Afan. Berbagai
kebijakan tegas yang diterapkannya menimbulkan api permusuhan dengan keluarga
Bani Umayyah yang dimotori oleh muawiyah bin Abi sofiyan. Pemberontakannya juga
datang dari golongan khawarij, mantan pendukung Khalifah Ali ibn Abi
Thalib yang kecewa pada keputusan tahkim pada perang shiffin.
Sekalipun demikian Khalifah Ali ibn Abi Thalib
tetap berusaha untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang mendorong peningkatan
kesejahteraan umat Islam. Menurut sebuah riwayat ia secara suka rela menarik
diri dari daftar penerimaan dana bantuan Baitul Mal. Selama pemerintahannya,
Khalifah Ali ibn Abi Thalib menetapkan pajak terhadap hasil hutan dan
sayuran.
Selama masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib system
administrasi Baitul Mal, baik ditingkat pusat maupun daerah, telah berjalan
dengan baik. Kerja sama antara keduanya berjalan dengan lancer maka pendapatan
Baitul Mal mengalami surplus. Dalam pendistribusian harta Baitul Mal,
Khalifah Ali ibn Abi Thalib menerapkan prinsip pemerataan. Ia memberikan
santunan yang sama kepada setiap orang tanpa memandang status social atau
kedudukannya didalam Islam. Khalifah Ali ibn Abi Thalib tetap berpemdapat bahwa
seluruh pendapatan Negara yang disimpan dalam Baitul Mal harus didistribusikan
kepada kaum muslimin, tanpa ada sedikitpun dana yang tersisa. Distribusi
tersebut dilakukan sekali dalam sepekan. Hari kamis merupakan hari
pendistribusian atau hari pembayaran. Pada hari itu, semua perhitungan
diselesaikan dan, pada hari sabtu, perhitungan baru dimulai.
Selain itu, langkah penting yang dilakukan Khalifah
Ali ibn Abi Thalib pada masa pemerintahannya adalah pencetakan mata uang koin
atas nama Negara Islam. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan
tersebut kaum muslimin telah menguasai tegnologi peleburan besi dan pencetakan
koin. Namun demikian, uang yang dicetak oleh kaum muslimin itu tidak dapat
beredar dengan luas karena pemerintahan Ali ibn Abi Thalib berjalan sangat
singkat seiring dengan terbunuhnya Khalifah pada tahun ke 6
pemerintahannya.
E.
PENCETAKAN
DINAR ISLAM DAN MASA JAYANYA
Telah
dijelaskan di atas bahwa pada masa periode awal Islam, perkembangan penting
uang yang terjadi adalah dalam hal uang dirham saja. Adapun uang dinar
berkembang pada masa berikutnya yaitu masa kekhalifahan Bani Umaiyyah
(661-750M). Bahkan masa inilah yang disebut masa kejayaan dinar Islam, seiring
dengan kejayaan peradaban islam saat itu.
Meskipun
pada masa ini dinar dan dirham dicetak silih berganti, namun standar yang
digunakan tetap standar yang dibuat oleh Khalifah Umar ra. Ada 3 masa
kekhalifahan Bani Umaiyyah yang penting dicatat dalam perkemba-ngan uang Islam.
3 masa khalifah itu adalah :
1.
Masa Muawiyah
ibn Abi Sufyan.
Di
masa Muawiyah ini, mulai dilakukan pencetakan dinar . Terbukti dengan
ditemukannya 3 koin emas di salah satu kuburan Islam di daerah Cina. Koin
tersebut mempunyai diameter 1,9 cm dengan berat 4,3 gr dan ketebalan 1mm. Dalam
koin tersebut tertulis kalimat La Ilaha Illa Allah, Wahdahu La Syarika lahu,
Muhammad Rasullah Arsalahu bil huda wa dinil haq. Ketika diteliti koin ini
ternyata dicetak pada masa Muawiyah tahun 41 H.
Pada
masa ini dirham-dirham terdahulu masih dipakai termasuk dengan salah satu
gambar Croeses ( raja Persia). Sedangkan dinar pada masa ini bergambar Khalifah
Muawiyah yang menyandang pedang. Namanya tertera dalam dirham Persia
menggantikan nama raja Persia dengan gelar Amirul Mukminin yang masih
dalam aksara Persia.
2. Masa Abdullah ibn Zubair.
Hal
yang terpenting di masa Abdullah ibn Zubair dalam pencetakan uang adalah
peruibahan bentuk, yaitu bulat penuh pada tahun 61 H. Abdullah
ibn Zubair tidak mengabaikan kebiasaan para pendahulunya untuk mencantumkan
tahun dan beberapa kalimat syiar-syiar Islam pada uang. Sebagai contoh Abdullah
ibn Zubair mencantumkan kalimat Muhammad rasulullah pada satu sisi, dan
pada sisi yang lain tercantum kalimat Amara Allah bil Wafa wa al-Adl. Ibnu
Khaldun meriwayatkan bahwa sama seperti masa Muawiyah, pada masa ini selain
dirham dicetak juga dinar.
3.
Masa Abdul
malik ibn Marwan
Kebanyakan
sejarawan berpendapat bahwa Abdul malik ibn Marwan adalah pencetak dinar Islami
yang pertama. Ini disebabkan karena sejak zaman Abdul malik bin Marwan-lah
dinar menjadi mata uang resmi dalam pasar global internasional. Juga karena
simbol-simbol yang dipakai dalam dinar dan dirham adalah simbol-simbol Islam
dengan tulisan Arab, menggantikan simbol-simbol Kristiani dan zoroastrian atau
tulisan Persia yang pada masa Muawiyah masih dipakai.
Di
masa ini dinar dicetak dengan tulisan Bismillah La Ilaha illa Allah Wahdah
Muhammad Rasulullah, dan Bismillah. Uang ini dicetak tathun 74 H.
Abdul
Malik bin Marwan juga mengambil beberapa langkah untuk menjadikan dinar sebagai
alat tukar resmi. Beberapa langkah tersebut di antaranya :
Ò Memerintahkan Hajjaj ( Gubernur Irak saat itu) untuk
mencetak uang. Hajjaj kemudian melaksanakannya dengan baik.
Ò Memerintahkan Hajjaj untuk mengedarkan dinar ke seluruh
negeri
Ò Memerintahkan untuk menarik semua dinar lama dari peredaran
melalui Baitul mal untuk dicetak kembali sesuai dengan bentuk dan standar yang
baku. Inilah mungkin yang menyebabkan mengapa dinar yang dicetak oleh Muawiyah
bin Abu Sufyan sangat sulit ditemukan
Dengan
beberapa langkah ini, dinar akhirnya menjadi mata uang dunia yang menjadi
patokan/standar perdagangan Internasional. Pantaslah masa ini dianggap sebagai
zaman kejayaan dinar. Dinar Islam (yang dicetak pemerintahan Islam) telah
menjadi hard currency yang relatif stabil dan menguasai dunia. Sebagai
bukti hal tersebut adalah banyaknya ditemukan uang-uang Islam yang tersebar di
Rusia, Belanda, Finlandia, dan Jerman.