- A. LATAR BELAKANG
Psikologi Gestalt bermula pada lapangan pengamatan (
persepsi ) dan mencapai sukses yang terbesar juga dalam lapangan ini.
Demonstrasinya mengenai peranan latar belakang dan organisasinya terhadap proses-proses yang diamati secara fenomenal demikian meyakinkan sehingga boleh
dikatakan tidak dapat di bantah.
Pandangan pokok psikologi Gestalt adalah berpusat
bahwa apa yang dipersepsi itu merupakan suatu kebulatan, suatu unity atau suatu
Gestalt. Psikologi Gestalt semula memang timbul berkaitan dengan masalah
persepsi, yaitu pengalaman Wertheimer di stasiun kereta api yang disebutnya
sebagai phi phenomena. Dalam pengalaman tersebut sinar yang tidak
bergerak dipersepsi sebagai sinar yang bergerak (Garret, 1958). Walaupun secara
objektif sinar itu tidak bergerak. Dengan demikian maka dalam persepsi itu ada
peran aktif dalam diri perseptor. Ini berarti bahwa dalam individu mempersepsi
sesuatu tidak hanya bergantung pada stimulus objektif saja, tetapi ada
aktivitas individu untuk menentukan hasil persepsinya. Apa yang semula terbatas
pada persepsi, kemudian berkembang dan berpengaruh pada aspek-aspek lain,
antara lain dalam psikologi belajar.
Ketika para ahli Psikologi Gestalt beralih dari
masalah pengamatan ke masalah belajar, maka hasil-hasil yang telah kuat /
sukses dalam penelitian mengenai pengamatan itu dibawanya dalam studi mengenai
belajar . Karena asumsi bahwa hukum–hukum atau prinsip-prinsip yang berlaku
pada proses pengamatan dapat ditransfer kepada hal belajar, maka untuk memahami
proses belajar orang perlu memahami hukum-hukum yang menguasai proses
pengamatan itu.
B. TOKOH TEORI
GESTALT
- Max Wertheimer (1880-1943)
Max Wertheimer
adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt.
Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15
April 1880. Ia mendapat gelar Ph.D nya di bawah bimbingan Oswald Kulpe. Antara
tahun 1910-1916, ia bekerja di Universitas Frankfurt di mana ia
bertemu dengan rekan-rekan pendiri aliran Gestalt yaitu, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka.Koffka dan Kohler
Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler (1887-1967) dan
Kurt Koffka (1887-1941) melakukan eksperimen yang akhirnya menelurkan ide
Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di Univeristy of Frankfurt bersama-sama dengan
Koehler dan Koffka yang saat itu sudah menjadi asisten di sana. Konsep
pentingnya : Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek
statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu
singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi.
Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt
setelah ia melakukan suatu eksperimen dengan menggunakan sebuah alat yang
bernama stroboskop, yaitu suatu kotak yang didalamnya terdapat dua buah
garis yang satu tegak dan yang satu melintang. Jika kedua garis tersebut
diperlihatkan secara bergantian terus menerus maka akan tampak seakan aska
garis tersebut bergerak dari melintang menjadi tegak. Inilah yang disebut gerakan
semu “Scheinbwegung”.
2.Kurt
Koffka (1886-1941)
Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret
1886. Kariernya dalam psikologi dimulai sejak dia diberi gelar doktor oleh
Universitas Berlin pada tahun 1908. Pada tahun 1910, ia bertemu dengan
Wertheimer dan Kohler, bersama kedua orang ini Koffka mendirikan aliran
psikologi Gestalt di Berlin. Sumbangan Koffka kepada psikologi adalah penyajian
yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian
gejala psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi
belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada
anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi
Gestalt. Teorinya yang terkenal adalah Memory Trace (jejak ingatan).
3.Wolfgang
Kohler (1887-1967)
Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler
memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1908 di bawah bimbingan C. Stumpf di Berlin.
Ia kemudian pergi ke Frankfurt. Saat bertugas sebagai asisten dari F. Schumman,
ia bertemu dengan Wartheimer dan Koffka.
Ia mengadakan penyelidikan terhadap inteligensi kera.
Hasil kajiannya ditulis dalam buku betajukThe Mentality of Apes (1925).
Eksperimennya adalah : seekor simpanse diletakkan di dalam sangkar. Pisang
digantung di atas sangkar. Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan
jenis. Mula-mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu tetapi
tidak berhasil. Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu
berhenti sejenak, seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan pisang itu.
Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian menyusun kotak-kotak yang
tersedia untuk dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai pisang itu.
Hal ini menjadi kesimpulannya bahwa apabila organisme
menghadapi suatu masalah atau problem maka akan terjadi ketidak seimbangan
kognitif sampai masalah itu selesai.
C. PENGERTIAN PSIKOLOGI GESTALT
Psikologi Gestalt adalah suatu aliran psikologi yang
mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas. Data-data
dalam psikologi gestalt disebut phenomena (gejala), sebab dalam suatu gejala
terdapat dua unsur yakni objek dan arti. Objek adalah sesuatu yang dapat
dideskripsikan setelah objek tersebut ditangkap oleh indra. Pada objek tersebut
kiata akan memberikan arti dan sekaligus kita mendapatkan suatu informasi dari
objek tersebut.
- 1. Teori Medan
Teori Gestalt ini dipandang sebagai usaha untuk
mengaplikasikan field theory (teori medan). Teori ini dapat dideskripsikan
sebagai system yang saling teerkait secara dinamis dan setiap unsur-unsurnya
saling terkait satu sama lain. Teori ini digunakan dalam berbagai level pada
konsep Gestalt. Psikologi Gestalt percaya bahwa apapun yang terjadi pada
seseorang maka itu akan mempengaruhi segala sesuatu yang ada pada diri orang
tersebut. Misalnya seseorang yang lidahnya kegigit tanpa sengaja, orang itu
akan merasa perubahan dalam menjalani kesehariannya, misalnya tidak bisa
menikmati makanan pedas karena perih jika terkena lidahnya.
- 2. Nature versus Nurture
Para Behavioris memandang otak sebagai penerima pasif
dari sensasi yang nantianya akan menjadi respon. Menurut Behavioris sifat
manusia ditentukan oleh segala sesuatu yang kita alami, sedangkan otak hanya
sebagai penghubung. Akan tetapi penganut Gestalt mengatakan bahwa otak memberi
peranan yang aktif. Menurut teoritis Gestalt, otak bereaksi terhadap sensoris
yang masuk kedalam otak dan melakukan penataan serta membuat informasi itu
bermakna. Ini adalah “sifat alami” dari otak ketika sensori masuk kedalam otak.
Menurut Gestalsian otak akan menciptakan suatu medan
yang mempengaruhi informasi yang masuk kedalam otak. Kekuatan inilah yang
mengatur pengalaman sadar. Jadi apa yang kita alami sacara sadar, itu adalah
informasi sensoris yang telah dikelolah oleh medan kekuatan dalam otak. Karena
teori ini Gestaltian dipandang sebagai nativistik. Menurut behaviorian kemampun
otak itu bakan karena pengalaman. Akan tetapi gestaltian juga menunjukkan bahwa
kemampuan organisational otak bukan merupakan warisan.
- 1. Hukum Pragnaz
Hukum Pragnaz ini menunjukkan tentang berarahnya
segala kejadian yaitu tentang suatu keadaan seimbang. Keadaan yang seimbang ini
mencakup sikap-sikap keturunan, kesederhanaan, kestabilan, simetri dan
sebagainya. Contohnya Ketika melihat awan, kerapkali kita menghubungkan dengan
objek yang ada dalam pikiran kita sehingga menjadi sebuah bentuk yang mirip
suatu objek nyata lainnya. Misalnya mirip wajah. Contoh lain, Pada sebuah
iklan, coba kita ingat kembali iklan pop mie. Pertama yang kita lihat adalah
isi iklan keseluruhannya, dengan menyajikan berbagai gambaran untuk
mendeskripsikan pop mie dan pada akhirnya kita tau bahwa itu iklan pop mie
dengan kemasan yang baru.
- 2. Hukum-hukum tambahan
Ahli-ahli psikologi Gestlat telah mengadakan
penelitian secara luas dalam bidang penglihatan dan akhirnya mereka menemukan
bahwa objek-objek penglihatan itu membentuk diri menjadi Gestalt-gestalt
menurut prinsip-prinsip tertentu. Menurut Koffka dan Kohler, ada
prinsip-prinsip dapat dilihat pada hukum-hukum yaitu:
Hubungan bentuk dan latar (figure and gound
relationship);
yaitu menganggap
bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar
belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan
sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar
bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar
dan figure. Pada gambar diatas jika kita melihat kipas putih yang besar, maka
yang menjadi bentuk (figure) adalah kipas tersebut dan yang berwarnah hitam
adalah latar (ground), demikan sebaliknya.
Hukum Keterdekatan, yaitu Kedekatan (proxmity);
bahwa unsur-unsur
yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan
dipandang sebagai satu bentuk tertentu. Contohnya: Ketika kita memasuki ruangan
302 USD Kampus 3, kita akan menemui banyak meja, tapi kita akan lebih mudah
melihat banyak meja tersebut dengan pengelompokan meja yang telah diatur
menjadi 3 baris.
Hukum Ketertutupan atau Ketertutupan (closure)
bahwa orang
cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak
lengkap. Contohnya: Ketika kita sedang membaca bacaan, yang saat itu
huruf-hurufnya terpotong-potong karena tinta hasil fotocopy yang kurang jelas.
Akan tapi pada akhirnya kita dapat membaca tulisan tersebut dengan
memperkirakan huruf apa saja yang tertulis.
Hukum Kesamaan atau Kesamaan (similarity);
bahwa sesuatu
yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling
memiliki. Pada contoh disamping, umumnya orang akan cenderung melihat delapan
kolom yang vertical dibanding empat baris yang horizontal, sebab adanya
kemiripan atau kesamaan yang membentuk arah vertical.
Arah bersama (common direction / continuity);
bahwa unsur-unsur
bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan
dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu. Contoh disamping
menunjukkan bahwa kita cenderung mengikuti aliran halus atau bentuk-bentuk yang
berkelanjutan dan bukan bentuk yang terputus.
- 1. Realitas Subjek dan Objektif
Menurut teoritis Gestalt, yang menentukan perilaku
adalah kesadaran atau realitas subjektif dan fakta ini mengandung implikasi
yang penting. Menurut Gestaltian Pragnanz bukan bukan satu-satunya yang
mengubah atau memberikan makna pada apa yang kita alami. Hal-hal seperti
kebutuhan, nilai-nilai, keyakinan, dan sikap juga melengkapi segala yang kita
alami secara sadar. Maka dalam suatu lingkungan yang sama orang bisa
menginterpretasikan keadaan itu berbeda-beda dan tentunya dengan reaksi yang
berfariasi. Dalam hal ini Koffka membedakan antara geographical environment
(realitas fisik atau objektif) dengan behavioral environment (realitas
psikologis atau subjektif). Oleh karena itu, Koffka memahami bahwa orang
bertindak karena mengetahui lingkungan behavioralnya ketimbang lingkungan
geografisnya.
Koffka memberikan contong dari legenda Jerman kuno
yang menunjukkan arti penting dari realitas subjektif dalam menentukan
perilaku. Di suatu malam yang dingin seorang lelaki dengan menunggang kuda
di tengah hujan salju tiba di sebuah penginapan. Dia tampak gembira bisa
menemukan tempat berteduh setelah ia menempuh perjalanan jauh menembus hujan
salju. Pemilik rumah yang membukakan pintu kaget melihat orang asing itu dan
bertanya darimana asalnya. Orang itu menunjuk lurus kearah jalan yang habis
dilaluinya. Pemilik rumah itu takjub dan bertanya, “ apakah kau tahu kalau
engkau telah menunggang kuda melintasi Danau Constance?” Mendengar perkataan
itu si penunggang kuda itu jatuh dari kudanya lantaran kaget dan langsung mati.
Di sini Koffka ingin menunjukkan bahwa realitas
subjektif itu menentukan perilaku. Dimana sipenunggang kuda itu merasa bahwa ia
berjalan diatas daratan, maka ia tidak takut ataupun cemas. Tapi realista
objektifnya bahwa ia berjalan diatas danau yang membeku. Jika awalnya ia tahu
bahwa akan berjaln diatas danau yang membeku, mungkin dia akan takut dan
berhati-hati atau mungkin mengambil rute lain. Contoh lainnya: gunung yang
nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral),
padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang
lebat (lingkungan geografis).
- 2. Prinsip Belajar Gestalt
Karya yang signifikan tentang belajar oleh anggota
Gestalt adalah karya Kohler. Dimana dia mengasumsikan bahwa ketika suatu
organisme mengalami suatu masalah atau problem maka akan muncul suatu keadaan
yang disebut disekuilibrium kognitif, keadaan ini terus berlanjut sampai maslah
itu selesai. Sebab menurut teoritist gestalt, keadaan inilah yang memotifasi
organisme berusaha untuk kembali menyeimbangkan mentalnya. Belajar, menurut
Gestaltis adalah suatu fenomena kognitif di mana organisme “mulai melihat”
suatu solusi, ketika ia telah memikirkan problemnya. Pembelajarannya adalah
memikirkan segala unsur yang dibutuhkan dalam memecahkan suatu masalah dan
menyusunnya menjadi suatu solusi yang kemudian mendukung solusi berikutnya
hingga masalah itu terpecahkan. Hal ini bisa menjadi sebuah insight bagi
organisme
Insight (wawasan) ini diperoleh jika seseorang melihat
hubungan tertentu antara berbagai unsur dalan situasi tertentu. Dengan adanya
insight maka didapatlah pemecahan masalah, dimengertinya persoalan, inilah inti
belajar. Jadi yang penting bukanlah mengulang- ulang hal yang harus dipelajari,
tetapi mengertinya, mendapatkan insight. Adapun timbulnya insight itu
tergantung:
Kesanggupan, maksudnya kesanggupan atau kemampuan
intelegensi individu
Pengalaman, karena belajar, berarti akan mendapat
pengalaman dan pengalaman itu mempermudah mendapatkan insight.
Taraf kompleksitas dari suatu situasi, dimana semakin
komplek situasinya semakin sulit masalah yang dihadapi.
Latihan, dengan banyaknya latihan akan dapat
mempertinggi kesangupan memperoleh insght, dalam situasi-situasi yang bersamaan
yang telah dilatih.
Trial and eror, sering seseorang itu tidak dapat
memecahkan suatu masalah. Baru setelah mengadakan percobaan-percobaan, sesorang
itu dapat menemukan hubungan berbagai unsur dalam problem itu, sehingga
akhirnya menemukan insight.
Untuk menguji
gagasan tentang teori belajar ini, Kohler menggunakan sejumlah eksperimen.
Salah satu eksperimennya adalah problem memecahkan jalan memutar dimana hewan
dapat melihat tujuannya tapi untuk mencapai tujuan itu dia harus mengambil
jalur memutar. Dengan tipe problem semacam ini Kohler menemukan bahwa ayam amat
kesulitan .
Percobaan yang kedua yang digunakan oleh Kohler
mengharuskan untuk menggunakan alat untuk menjangkau objek yang diinginkan.
Misalnya sebuah pisang diletakkan diluar jangkauan si minyet, sehingga monyet
itu harus menggunakan tongkat agar cukup panjang untuk menjangkaunya. Dalam
masing-masing kasus hewan tersebut mempunyai semua unsure yang digunakan untuk
memecahkan problem yang dihadapi.
Gambar 1 menunjukkan bagaimana monyet bernama Chica
menggunakan tongkat untuk menjangkau pisang.
Gambar 2 menunjukkan monyet bernama Grande yang
menggunakan tumpukan peti untuk menjangkau pisang.
Gambar 3 menunjukkan bagaimanan monyet yang bernama
Sultan, dalam eksperimen Kohler monyet ini adalah monyet paling cerdas
karena monyet ini menggabungkan dua tongkat untuk menjangkau buah pisang.
Gambar 4 menunjukkan Grande menggunakan struktur yang
lebih kompleks dalam menyusun peti.
Gambar 5 menunjukkan bagaimana Chica menggunakan peti
dan tongkat untuk mendapatkan buah.
Berikut adalah prinsip-prinsip belajar Gestalt:
Belajar berdasarkan keseluruhan
Orang berusaha menghubungkan pelajaran yang satu
dengan pelajaran yang lainnya.
Belajar adalah suatu proses perkembangan
Materi dari belajar baru dapat diterima dan dipahami
dengan baik apabila individu tersebut sudah cukup matang untuk menerimanya.
Kematangan dari individu dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan individu
tersebut.
Siswa sebagai organisme keseluruhan
Dalam proses belajar, tidak hanya melibatkan
intelektual tetapi juga emosional dan fisik individu.
Terjadinya transfer
Tujuan dari belajar adalah agar individu memiliki
respon yang tepat dalam suatu situasi tertentu. Apabila satu kemampuan dapat
dikuasai dengan baik maka dapat dipindahkan pada kemampuan lainnya.
Belajar adalah reorganisasi pengalaman
Proses belajar terjadi ketika individu mengalami suatu
situasi baru. Dalam
menghadapinya, manusia menggunakan pengalaman yang
sebelumnya telah dimiliki.
Belajar dengan insight
Dalam proses belajar, insight berperan untuk memahami
hubungan diantar unsurunsur yang terkandung dalam suatu masalah.
Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat,
keinginan dan tujuan siswa
Hal ini tergantung kepada apa yang dibutuhkan individu
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga hasil dari belajar dapat dirasakan
manfaatnya.
Belajar berlangsung terus-menerus
Belajar tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi juga di
luar sekolah. Belajar dapat diperoleh dari pengalaman-pengalaman yang terjadi
dalam kehidupan individu setiap waktu.
7. Tansposisi
Transposisi adalah suatu prinsip pemecahan masalah
dalam satu situasi, kemudian diaplikasikan ke problem lain. Kohler mengadakan
eksperimen dengan menggunakan ayam. Kohler awalnya memberikan makanan pada
kertas yang gelap tetapi tidak memberi makanan pada kertas yang berwarna
terang. Setelah training, pada eksperimen kedua ketika ayam diberi pilihan
diantara kertas yang gelap dan kertas yang lebih gelap, ayam akan memilih
kekertas yang lebih gelap.
Gestaltian tidak memandang belajar sebagai pengembangan
kebiasaan spesifik atau koneksi S-R. Menurut mereka apa yang dipelajari dalam
situasi ini adalah prinsip relasional sebab ayam tersebut mendekati objek yang
paling gelap dari dua objek tersebut.
- 2. Pemikiran Produktif
Berpikir produktif adalah pemahaman tentang hakikat
dari problem, belajar semacam itu berasal dari dalam individu dan tidak
dipaksakan oleh orang lain, ia mudah digeneralisasikan dan diingat dalam jangka
waktu yang lama. Pendekatan pertama yang dilakukan oleh Wertheimer
menekankan pentingnya logika, baik itu logika induktif maupun deduktif yang
menetapkan kaidah yang harus diikuti untuk mencapai suatu kesimpulan. Dalam
mendapatkan pemahaman ini akan melibatkan banyak aspek dari diri si pembelajar,
seperti emosi, sikap, dan depresi, serta kecerdasan. Pendekatan kedua
adalah cara yang didasarkan pada doktrin asosiasionisme. Contohnya:
(1) siswa yang awalnya diperkenalkan
persegi panjang, dan diajari mnghitung luas persegi panjang.
(2) Kemudian dia dihadapkan dengan jajaran
genjang, dan dia diharapkan menghitung luas dari jajaran genjang tersebut.
(3) Siswa yang tadinya mempelajari tentang
menghitung persegi panjang, menarik garis tegak lurus sehingga membentuk
segitig. Kemudian segitiga itu dipotong kemudian digabungkan kesisi sebelahnya
sehingga menjadi persegi. Dan ia menghitung luasnya dengan panjang kali lebar.
Siswa yang melakukan hal ini akan mampu memecahakn berbagai problem
dibandingkan siswa lainnya yang tidak tahu atau tidak memiliki wawasan seperti
ini.
Wertheimer menekankan point yang sama yakni, belajar
berdasarkan pemahaman akan lebih dalam dan lebih dapat digeneralisasikan
ketimbang belajar yang hanya berdasarkan ingatan tanpa pemahaman. Agar
benar-benar belajar siswa harus melihat hakikat atau struktur dari problem dan
mereka harus melakukannya sendiri.
Contoh lain: seorang anak baru saja belajar tentang
seorang tokoh yang bernama Scheuneun. Anak yang tahu bahwa konsonan “sch”,
vocal “eu” yang dibaca “oi” itu identik dengan bahasa Jerman, maka anak itu
akan mengetahui atau mengingat dengan baik tokoh tersebut dan darimana asalnya.
Inilah yang disebut berpikir produktif.
- 3. Jejak Memori
Koffka adalah teoritis Gestalt yang berusaha
menghubungkan masa lalu dengan masa sekarang lewat sebuah konsep yakni memory
trace (jejak memori/ingatan). Jejak ingatan adalah suatu pengalaman yang
membekas di otak. Jejak-jejak ingatan ini diorganisasikan secara sistematis
mengikuti prinsip-prinsip Gestalt dan akan muncul kembali kalau kita
mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan jejak-jejak ingatan tadi. Misalkan
dalam memecahkan suatu masalah, maka solusi itu akan melekat dalam pikiran
seseorang (jejak memori). Saat seseorang diwaktu lain berada dalam suatu
situasi, pemecahan masalah yang sama, akan muncul sebuah proses yang akan
“berkomunikasi” dengan jejak dari pengalaman pemecahan masalh sebelumnya. Jejak
inilah yang mempengaruhi proses yang sedang berlangsung dan memudahkan upaya
pemecahan masalah.
Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan.
Perjalanan waktu itu tidak dapat melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya
perubahan jejak, karena jejak tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan
untuk mendapat Gestalt yang lebih baik dalam ingatan.
Contoh: seorang anak pernah dimarahi oleh ibunya
ketika ia dengan tidak sengaja menjatuhkan vas bunga kesayangan ibunya. Ibunya
memamarahinya hingga anak itu merasa sangat sedih. Ketika dalam keadaan sedih,
temannya mengajak dia bermain. Ia merasa kesedihannya mulai berkurang karena
disibukkan dengan bermain. Suatu ketika waktu dia beranjak dewasa, ia merasa
amat sedih karena diputusin pacarnya. Ia pun mencoba menghibur diri dengan
bermain ke tempat permainan seperti Time Zone bersama teman-temannya.Dalam
contoh diatas anak itu mendapat solusi dari proses memory trace, yakni
mengatasi kesedihan dengan menyibukkan diri dengan bermain.
- D. PERBEDAAN BEHAVIOR DAN GESTALT
Behavior
Atomistik, Elemental, Molekular, objektif, Empiristik,
Behavioral.
Menitikberatkan pada proses hubungan
stimulus-respon-reinforcement sebagai bagian terpenting dalam belajar.
Lebih menekankan pada perilaku empiris (nyata)
Belajar ditafsirkan sebagai perubahan perilaku
Contoh : mengubah perilaku siswa yang tampak.
Gestalt
Holistik, Molar, Subjektif, Nativistik, Kognitig,
Fenomenologis.
Berpandangan bahwa tingkahlaku seseorang bergantung
pada insight daripada trial&error
Lebih menekankan pada kognisi
Lebih pada reorganisasi perseptual dalam memperoleh
pemahaman.
Contoh : Mengubah pemahaman siswa tentang masalah yang
dihadapinya.
- B. APLIKASI TEORI GESTALT
Gestalt berpendapat bahwa problem yang tak
terselesaikan akan menimbulkan keambiguitas atau ketidak seimbangan kogbnitif
dalam pikiran, dan itu adalah kondisi yang tidak di inginkan maka itu proses
belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar,
terjadi reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses belajar terjadi,
seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran
antara lain :
Pengalaman tilikan (insight) : bahwa tilikan memegang
peranan yang penting dalam perilaku yaitu kemampuan mengenal keterkaitan
unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) :
kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam
proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif
sesuatu yang dipelajari.
Perilaku bertujuan (purposive behavior) : bahwa
perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons,
tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran
akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya.
Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran
dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
Prinsip ruang hidup (life space) : bahwa perilaku
individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena
itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan
kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
Transfer dalam Belajar : yaitu pemindahan pola-pola
perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan
Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari
suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam
situasi konfigurasi lain dalam tata susunan yang tepat. Transfer belajar akan
terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu
persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan
masalah dalam situasi lain.